![]() |
| Foto: Ilustrasi Asep Agustian SH., MH. |
KARAWANG – Praktisi hukum dan pengamat kebijakan, Asep Agustian SH., MH, menanggapi keras pernyataan Sekretaris KORPRI Karawang, Gerry Samrodi, terkait polemik “kadeudeuh” bagi ASN purnabakti.
Pernyataan Gerry yang dimuat di media Karawang Bekasi Ekspres edisi Selasa (2/12/2025) dinilai menyesatkan dan berpotensi memperkeruh situasi.
Asep menilai keliru pernyataan Gerry yang menyebut bahwa kadeudeuh tidak bersumber dari iuran ASN serta dikaitkan dengan isu efisiensi anggaran.
“Jangan ngawur. Ini bukan kadeudeuh, tapi uang para ASN yang sudah purnabakti, dan itu hak mereka. Mengaitkan dengan efisiensi anggaran jelas tidak relevan. Ini bukan duit APBD, tapi iuran anggota,” tegas Asep, Rabu (3/12/2025).
Ia meminta pengurus KORPRI menghitung ulang dana yang harus dikembalikan kepada pensiunan secara proporsional, bukan dipukul rata Rp7 juta atau Rp14 juta per orang. Menurutnya, masa bakti ASN dan tingkat kepatuhan membayar iuran berbeda-beda sehingga besaran hak yang diterima tidak bisa disamaratakan.
“Saat iuran masih manual, banyak yang bolong-bolong. Ada yang rajin setor, ada yang tidak. Maka pembagiannya harus proporsional,” jelasnya.
Asep menyebut bahwa pengelolaan kas KORPRI sebenarnya memberikan banyak manfaat, mulai dari santunan sakit, bantuan kematian, hingga biaya Konsultan Akuntan Publik (KAP). Namun ia menyoroti masalah besar yang kerap muncul, yakni minimnya transparansi laporan keuangan.
“Persoalan muncul karena laporan tidak pernah dijelaskan secara detail kepada anggota. Jadi wajar timbul kekisruhan saat para pensiunan menuntut haknya,” kata Asep.
Ia mendesak pengurus KORPRI untuk kembali menghitung besaran iuran yang sudah dibayarkan oleh para purnabakti agar dapat memahami dasar perhitungan dana yang akan diterima.
“Jika perhitungannya proporsional dan dijelaskan secara detail, saya yakin mereka paham dan tidak akan terjadi kisruh seperti sekarang,” ujarnya.
Asep juga mengingatkan pengurus KORPRI agar tidak bersikap emosional dalam menghadapi tuntutan para purnabakti.
“Pengurus hari ini suatu saat juga akan menjadi pensiunan. Dan mereka tentu akan menuntut hak yang sama,” tutupnya.

