![]() |
Endang Hermawan, S.H., M.Kn. |
METROPLUS.ID - SUBANG | Program percepatan pendirian Koperasi Merah Putih di setiap desa, yang menjadi salah satu strategi pembangunan Presiden Prabowo, menuai kritik tajam di Jawa Barat. Salah satu sorotan datang dari kalangan notaris yang menilai pelaksanaan program tersebut mengandung potensi monopoli dan pelanggaran kode etik.
Kritik itu disampaikan Endang Hermawan, S.H., M.Kn., atau yang akrab disapa Kang Her, seorang notaris senior di Kabupaten Subang. Ia menyoroti Surat Keputusan (SK) Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (INI) versi Kongres Luar Biasa (KLB) dengan nomor 32/K/57-IV/PP-INI/2025 tertanggal 24 April 2025, yang menunjuk sejumlah Notaris Pembuat Akta Koperasi (NPAK) di tiap kota/kabupaten di Jawa Barat.
SK tersebut lahir sebagai tindak lanjut Nota Kesepahaman (MoU) antara PP INI versi KLB dan Kementerian Koperasi dan UKM RI dalam rangka mendorong percepatan pendirian koperasi di desa-desa.
Namun menurut Kang Her, keputusan ini justru menimbulkan masalah baru. Ia menyebut langkah penunjukan notaris secara terbatas dalam SK tersebut melanggar prinsip keterbukaan dan kesetaraan, bahkan bertentangan dengan Kode Etik Notaris.
“Ini sudah masuk ranah monopoli. Banyak NPAK yang sebenarnya siap dan berkompeten tapi tidak dilibatkan. Di Subang saja ada 253 desa dan kelurahan, tapi hanya 32 notaris yang ditunjuk. Di Sukabumi lebih parah, dari 386 desa hanya 7 NPAK yang dilibatkan,” tegas Kang Her, Kamis (6/5/2025).
Ia merujuk pada pasal 4 ayat (4) dan (14) Kode Etik Notaris, yang secara tegas melarang notaris membentuk kelompok eksklusif yang hanya melayani kepentingan institusi tertentu dan menutup kesempatan notaris lain.
“Ini jelas melanggar etika profesi. Tidak boleh ada kartel di antara notaris untuk proyek sebesar ini. Apalagi ini program nasional,” tambahnya.
Kang Her juga mengingatkan bahwa pengabaian terhadap prinsip keterbukaan akan berdampak pada keberhasilan program.
“Kalau hanya segelintir notaris yang bekerja, bagaimana mungkin bisa mengejar target satu koperasi di setiap desa sesuai tenggat waktu yang diinginkan Presiden?”
Kang Her mendesak Kementerian Koperasi untuk segera meninjau ulang MoU dengan PP INI versi KLB, agar tidak menghambat pelaksanaan program dan menjaga integritas profesi notaris.
“Jangan sampai tujuan mulia Presiden justru terganjal oleh praktik-praktik yang menyalahi UU Jabatan Notaris, AD/ART organisasi, dan kode etik. Semua pihak harus bekerja berdasarkan prinsip profesionalisme dan akuntabilitas,” pungkasnya. (*)