![]() |
| Asep Agustian, SH, MH, (kiri) dan Dedi Mulyadi (kanan). (foto:mustafid) |
METROPLUS.ID - KARAWANG | Menanggapi kontroversi tersebut, Pengamat Kebijakan Publik sekaligus Ketua DPC PERADI Karawang, Asep Agustian, SH, MH, menilai kebijakan yang diinisiasi KDM itu terlalu terburu-buru dan tidak dikaji secara menyeluruh.
Menurutnya, larangan ODOL seharusnya tidak diterapkan secara total, melainkan dibatasi melalui pengaturan jam operasional dan pengawasan ketat dari Dinas Perhubungan.
“Saya pikir ini kebijakan yang aneh. Jalan dibangun dari pajak rakyat, dan para sopir truk juga bayar pajak. Kenapa malah dilarang pakai jalan?” ujar Asep Agustian kepada Opiniplus.com, Sabtu (1/11/2025).
Askun, sapaan akrab Asep Agustian, menduga kebijakan ini merupakan buah pikiran spontan KDM tanpa melalui diskusi dengan legislatif maupun dinas terkait. Ia menilai gaya kepemimpinan Dedi Mulyadi cenderung otoriter dan personal, tanpa mempertimbangkan dampak ekonomi masyarakat.
“Ini seperti kebijakan larangan study tour sekolah kemarin yang juga merugikan pelaku usaha pariwisata. Kebijakan KDM seolah ‘sekarep dewek’, seolah semua masyarakat akan setuju,” kritiknya.
Asep menegaskan, jika tujuannya untuk menjaga infrastruktur jalan, maka pemerintah seharusnya membatasi jam operasional truk ODOL, bukan melarang total.
Misalnya, truk ODOL hanya boleh beroperasi antara pukul 17.00 hingga 03.00 WIB, atau dilarang beroperasi di hari libur.
“Yang perlu dilakukan adalah memperketat pengawasan Dishub, bukan melarang semua truk ODOL. Sopir juga tidak mau membawa muatan berlebih karena risikonya tinggi,” tegasnya.
Asep menambahkan, larangan ODOL secara menyeluruh berpotensi menimbulkan efek domino, mulai dari terganggunya rantai pasok logistik hingga meningkatnya harga bahan pokok. (*)
