![]() |
Diskusi terbuka puluhan wartawan dan pemilik media online di Kabupaten Karawang menyikapi kasus hukum yang menimpa narasumber media online, Yusuf Saputra, Selasa (3/6/2025). |
KARWANG - METROPLUS.ID | Puluhan wartawan dan pemilik media online di Kabupaten Karawang menggelar diskusi terbuka pada Selasa, 3 Juni 2025, menyikapi kasus hukum yang menimpa narasumber media online, Yusuf Saputra, yang kini menjadi terdakwa di Pengadilan Negeri Karawang.
Diskusi berlangsung di salah satu kafe di Kota Karawang dan membahas dugaan kriminalisasi terhadap Yusuf Saputra, yang dilaporkan oleh seorang kepala desa berinisial E dari Kecamatan Telukjambe Timur. Pelaporan tersebut didasari pernyataan Yusuf di sebuah media online yang dianggap mencemarkan nama baik.
Dalam forum yang dihadiri sejumlah jurnalis Karawang, Yusuf membantah bahwa dirinya menyebarkan atau membuat berita. Ia menyatakan hanya memberikan tanggapan atas pertanyaan wartawan secara terbuka, tanpa menyebut nama atau inisial pihak tertentu.
“Saya tidak ada niat menuduh siapa pun, dan saya juga tidak pernah menyebut nama atau inisial,” tegas Yusuf di hadapan peserta diskusi.
Meski begitu, Yusuf tetap dijerat dengan Pasal 27 ayat (3) UU ITE tentang pencemaran nama baik melalui media elektronik, dengan ancaman hukuman penjara satu tahun dan denda Rp100 juta.
Diskusi tersebut dimoderatori Revo dan menghadirkan dua narasumber utama, yakni wartawan senior N. Hartono alias Romo, serta CEO Nuansametro, Endang Suryana atau Bah Nupo.
Romo menegaskan bahwa karya jurnalistik adalah produk wartawan yang dilindungi oleh UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Ia mengingatkan pentingnya menyelesaikan sengketa pemberitaan melalui Dewan Pers, bukan jalur pidana.
“Saya khawatir, bila setiap ada pihak yang tidak puas langsung membawa kasus ke polisi, ini menjadi preseden buruk bagi kebebasan pers, yang seharusnya menjadi pilar keempat demokrasi,” ujar Romo.
Senada dengan Romo, Bah Nupo menilai kriminalisasi terhadap narasumber akan menghambat kerja jurnalistik dan mengancam keterbukaan informasi di masyarakat.
“Jika narasumber dipolisikan hanya karena pernyataannya, maka ke depan wartawan akan kesulitan mendapatkan informasi dari masyarakat,” katanya.
Pernyataan serupa disampaikan CEO Lintas Karawang, Nurdin Syam. Ia menilai bahwa kriminalisasi narasumber adalah bentuk pembungkaman terhadap partisipasi publik.
“Jika berbicara kepada wartawan bisa dipenjara, maka tak ada lagi keberanian masyarakat untuk mengungkap fakta. Ini bisa mematikan fungsi kontrol sosial dari pers,” tegas Nurdin.
Diskusi berlangsung dinamis dengan banyak peserta menyampaikan pandangan dan kekhawatiran mereka. Sebagai penutup, peserta forum menyepakati sikap bersama untuk menolak kriminalisasi terhadap narasumber.