![]() |
Ketua LSM Lembaga Ekologi Pembangunan (LEP), Chairul Syam. |
METROPLUS.ID – BURU, MALUKU | Aktivitas pengolahan emas ilegal di kawasan Gunung Botak, khususnya di Desa Widit, Kecamatan Waelata, Kabupaten Buru, kembali menuai sorotan tajam. Kali ini datang dari Ketua LSM Lembaga Ekologi Pembangunan (LEP), Chairul Syam, yang mendesak Pemerintah Kabupaten Buru dan Kepolisian Resor Buru segera mengambil tindakan tegas terhadap para pengusaha “tong” yang dinilai melanggar hukum dan membahayakan lingkungan serta keselamatan warga.
“Kegiatan ini tidak hanya melanggar
hukum, tapi juga mengancam nyawa warga. Lokasi pengolahan berada di pemukiman
penduduk dan menggunakan bahan kimia berbahaya tanpa izin resmi,” ujar Chairul
Syam dalam keterangannya kepada media, Sabtu (11/5/2025).
Chairul Syam mengungkapkan bahwa
para pelaku usaha "tong" beroperasi secara bebas tanpa memiliki izin
lingkungan maupun izin pertambangan resmi dari pemerintah. Menurutnya, hal ini
jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Ini sudah parah. Pemkab Buru,
Pemprov Maluku, dan Polres Buru seharusnya tidak tinggal diam. Pengolahan
limbah emas menggunakan bahan kimia seperti mercury dan cyanide tergolong
limbah B3—beracun dan sangat berbahaya bagi lingkungan serta manusia,”
tegasnya.
Chairul menjelaskan, proses
pengolahan emas tersebut melibatkan dua tahapan berbahaya: tromol menggunakan
mercury, dan tong yang memakai cyanide (CN). Kedua bahan kimia ini tergolong
sebagai Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) yang dilarang penggunaannya tanpa
pengawasan ketat.
“Ini bisa mencemari tanah, air, dan
udara. Jika terus dibiarkan, kita tinggal menunggu waktu sampai terjadi bencana
ekologis di Buru,” ujarnya prihatin.
Tak hanya meminta penertiban,
Chairul juga mendesak pembentukan Tim Khusus atau Panitia Khusus (Pansus) yang
melibatkan pemerintah daerah dan aparat kepolisian untuk melakukan penegakan
hukum secara serius dan menyeluruh.
Ia juga menekankan pentingnya
pengawasan berkelanjutan di wilayah-wilayah rawan tambang ilegal seperti Desa
Widit, Dava, Wamsait, Debowae, dan Parbulu.
“Pasal 172 UU Lingkungan Hidup
memberikan wewenang kepada Bupati dan Gubernur untuk melakukan pengawasan
langsung terhadap kerusakan lingkungan. Jadi tidak ada alasan untuk membiarkan
kegiatan ini terus berlanjut,” tandasnya.
Chairul Syam berharap kehadiran
pemimpin baru di Kabupaten Buru dan Provinsi Maluku dapat membawa angin segar
dalam penegakan hukum lingkungan, serta memberi perlindungan nyata bagi
masyarakat dan kelestarian alam Gunung Botak.
Pewarta: Malik Masuku