Dinas Pendidikan akan Periksa dan Laporkan Pengelolaan Dana BOS di SDN 3 Waelata

Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Buru, Juana Umaternate.

MEROPLUS.ID - KARAWANG | Dugaan penyimpangan dana Program Indonesia Pintar (PIP) dan Dana Operasional Sekolah (BOS) di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 3 Waelata, Desa Waelo, Kecamatan Waelata, kini tengah menjadi perhatian serius. 


Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Buru, Juana Umaternate, mengonfirmasi bahwa pihaknya akan melakukan pemeriksaan terkait dugaan ini dan melaporkannya kepada Inspektorat Kabupaten Buru. Hal tersebut disampaikan pada Kamis, 30 Januari 2025.


Juana Umaternate menegaskan, “Dalam waktu dekat, kami akan melakukan pemeriksaan terhadap dana Operasional Sekolah (BOS) dan dana Program Indonesia Pintar (PIP), dan hasilnya akan segera kami laporkan kepada Inspektorat Kabupaten Buru.”


Pemeriksaan ini terkait dengan aksi mogok yang dilakukan oleh para guru di SDN 3 Waelata. Para guru menuntut agar Dinas Pendidikan segera mencopot Kepala Sekolah Susianti dari jabatannya. Mereka merasa kecewa dengan manajemen sekolah, yang dinilai tidak transparan dalam mengelola anggaran dan tidak melibatkan pihak terkait dalam pengambilan keputusan.


Operator Sekolah SDN 3 Waelata, HN, mengungkapkan bahwa sekitar Rp 27.000.000 dana PIP untuk tahun 2024 belum dibagikan kepada siswa. Tercatat, sebanyak 32 rekening siswa belum diaktivasi, sementara dana yang sudah cair tetapi belum diambil mencapai angka yang sama. Sementara itu, untuk 17 siswa yang sudah terealisasi, dana yang dibayarkan berjumlah Rp 3.825.000. Total siswa penerima dana PIP di sekolah ini mencapai 101 orang.


Lebih lanjut, HN juga menjelaskan adanya kejanggalan dalam pengelolaan dana BOS. Dalam dua kali pencairan, dana BOS yang digunakan diperkirakan mencapai puluhan juta rupiah. Namun, selama Susianti menjabat sebagai kepala sekolah, tidak pernah ada keterlibatan dari dewan guru, komite sekolah, ataupun tokoh masyarakat dalam perencanaan dan penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS). Hal ini menyebabkan kurangnya transparansi, bahkan anggaran untuk alat tulis kantor (ATK) yang seharusnya digunakan untuk kepentingan guru, tidak pernah diketahui oleh para pengajar.


Menurut HN, masalah ini sudah berlangsung selama tiga tahun. Keadaan ini menambah kekhawatiran di kalangan guru dan orang tua siswa, yang mendesak adanya klarifikasi dan tindakan tegas terkait pengelolaan dana yang diduga tidak sesuai prosedur.


Dengan adanya penyelidikan yang tengah berjalan, diharapkan temuan ini dapat segera terungkap dan masalah yang ada bisa diselesaikan dengan transparansi dan keadilan untuk semua pihak.