![]() |
| Dr. Gary Gagarin Akbar, SH., MH. |
Dalam pernyataannya, Tatang menyinggung dugaan adanya permainan dalam proses pengadaan barang dan jasa (Barjas) di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karawang yang disebut-sebut melibatkan Wakil Bupati. Isu tersebut sontak memicu perhatian luas dari warganet dan media lokal.
Menanggapi hal itu, Praktisi Hukum sekaligus Dewan Pakar Asosiasi Media Konvergensi Indonesia (AMKI) Kabupaten Karawang, Dr. Gary Gagarin Akbar, SH., MH, memberikan pandangan hukum yang tegas namun berimbang. Ia menilai bahwa kebebasan berpendapat merupakan hak konstitusional, namun harus disertai etika dan tanggung jawab hukum.
“Setiap warga negara berhak menyampaikan pendapat sebagaimana dijamin Pasal 28E UUD 1945. Namun, hak tersebut tidak bersifat mutlak. Jika pernyataan yang disampaikan menyinggung nama baik seseorang, maka harus disertai bukti dan tanggung jawab hukum,” ujar Gary Gagarin kepada media yang tergabung di AMKI Karawang.
Gary menjelaskan, pernyataan Tatang Obet terkait dugaan praktik curang dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah perlu dilihat dari dua sisi hukum.
Jika tudingan tersebut berdasarkan bukti dan fakta valid, maka dapat dikategorikan sebagai kritik terhadap kinerja pemerintah. Namun, jika tidak disertai bukti kuat, maka hal itu bisa masuk ke ranah pencemaran nama baik dan penyebaran informasi menyesatkan.
“Kalau benar dan bisa dibuktikan, itu bentuk kontrol sosial. Tapi kalau tidak berdasar, maka bisa berkonsekuensi hukum karena menyangkut harkat dan kredibilitas seorang pejabat publik,” tegas Gary.
Lebih lanjut, Gary menyarankan agar pihak yang memiliki bukti adanya pelanggaran dalam proyek pemerintah melaporkan secara resmi ke lembaga berwenang, seperti Ombudsman RI atau Aparat Penegak Hukum (APH), sesuai ketentuan UU Tindak Pidana Korupsi.
“Jika memang ada bukti, sebaiknya dilaporkan ke lembaga resmi. Menyampaikan tuduhan di media sosial tanpa dasar hukum justru bisa menjadi masalah baru,” jelasnya.
Sebagai pakar hukum yang juga aktif dalam advokasi regulasi media digital, Gary menyoroti peran media sosial yang kini menjadi ruang publik terbuka. Namun, ia menegaskan bahwa media sosial tidak bebas dari aturan hukum.
“Media sosial bukan tempat bebas hukum. Semua pernyataan di sana tetap bisa dimintai pertanggungjawaban,” katanya.
Gary juga mengingatkan perbedaan antara kritik dan tuduhan. Kritik, kata dia, adalah bentuk koreksi terhadap kebijakan publik, sedangkan tuduhan harus bisa dibuktikan secara hukum.
“Saya sepakat masyarakat harus kritis terhadap kebijakan pemerintah, tapi kritik tidak boleh berubah menjadi tuduhan tanpa dasar,” tandasnya.
Menutup keterangannya, Gary Gagarin Akbar mendorong agar pejabat publik yang merasa dirugikan dapat menempuh langkah hukum secara proporsional, sementara masyarakat diimbau untuk tetap rasional dalam menanggapi isu yang berkembang.
“Kebebasan tanpa tanggung jawab hanya akan menimbulkan kekacauan, bukan keadilan. Mari jadikan kebebasan berpendapat sebagai sarana membangun, bukan merusak,” pungkasnya. (*)
