![]() |
| Dr. Muhammad Gary Gagarin, SH., MH. |
Pakar hukum pidana sekaligus Kaprodi Fakultas Hukum Universitas Buana Perjuangan (UBP) Karawang, Dr. Muhammad Gary Gagarin, SH., MH., menegaskan bahwa barang bukti merupakan elemen vital dalam setiap proses penegakan hukum pidana.
“Barang bukti adalah elemen krusial. Jika hilang, itu bisa sangat fatal bagi penyidikan dan pembuktian di pengadilan,” tegas Gary, Sabtu (18/10/2025).
Gary menjelaskan bahwa pengelolaan barang bukti harus berada di bawah pengawasan ketat aparat penegak hukum dengan prosedur yang cermat, transparan, dan akuntabel. Hal itu penting untuk mencegah terjadinya kelalaian maupun tindakan yang disengaja.
Lebih lanjut, ia menyebut bahwa sanksi terhadap pihak yang sengaja menghilangkan barang bukti telah diatur secara tegas dalam Pasal 231 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dengan ancaman pidana penjara hingga empat tahun.
“Tak hanya sanksi pidana, aparat kepolisian yang terbukti lalai atau sengaja menghilangkan barang bukti juga bisa dikenai sanksi etik profesi,” ujarnya.
Gary menyoroti adanya indikasi pelanggaran prosedur dalam kasus yang kini tengah ramai dibicarakan publik. Ia mencontohkan, terdakwa dibiarkan masuk ke bank tanpa pendampingan penyidik saat mengambil uang, yang menurutnya merupakan pelanggaran serius.
“Tersangka atau terdakwa harus selalu dalam pengawasan. Tidak boleh dibiarkan bergerak sendiri, apalagi dalam urusan menyentuh barang bukti seperti uang,” jelasnya.
Selain itu, Gary juga menyoroti video penangkapan yang beredar luas di media sosial. Dalam video tersebut tampak sejumlah uang tunai, namun anehnya uang itu tidak tercatat dalam daftar resmi barang bukti yang disita aparat.
“Ini menimbulkan pertanyaan besar. Jika uang itu bagian dari hasil kejahatan, kenapa tidak disita secara resmi? Atau apakah memang ada yang mencoba menyembunyikannya?” katanya.
Menurut Gary, ketidaksesuaian antara alat bukti dan barang bukti dapat menjadi celah besar dalam proses persidangan. Hakim akan mempertimbangkan hal tersebut secara serius dalam memutus perkara.
“Misalnya disebutkan ada kerugian Rp80 juta, tapi uang itu tidak ditemukan. Ini bisa menjadi faktor yang meringankan bagi terdakwa,” ungkapnya.
Gary menilai, kasus seperti ini tidak hanya merugikan korban dan masyarakat, tetapi juga merusak kredibilitas institusi penegak hukum. Karena itu, ia mendorong agar kasus dugaan kehilangan barang bukti segera dilaporkan secara resmi ke Divisi Propam Polri atau Pengawasan Kejaksaan untuk diusut tuntas.
Di akhir pernyataannya, Gary menegaskan bahwa penegakan hukum harus bebas dari cacat prosedur.
“Keadilan tidak boleh dikorbankan karena kelalaian, apalagi kesengajaan dalam menangani barang bukti. Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi bagian dari proses hukum. Setiap pelanggaran wajib ditindak tegas,” pungkasnya. (*)
