![]() |
| Rengga Pria Putra. |
METROPLUS.ID - KARAWANG |Kunjungan kerja (Kunker) Dewan Pengupahan Karawang (DPK) ke Bali menuai sorotan. Selain karena anggaran yang dinilai fantastis, pembahasan dalam kegiatan tersebut juga menyinggung praktik “Hidden Money” atau pungutan liar yang dibebankan kepada perusahaan.
Perwakilan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) yang juga anggota DPK Karawang, Rengga Pria Putra, menjelaskan bahwa agenda kunker kali ini tidak membahas persoalan kenaikan upah.
“Kita tidak bicara pengupahan. UMK Karawang sudah tertinggi dan sudah diatur pemerintah pusat sebesar 7 persen. Jadi apa lagi yang mau dibandingkan,” ujar Rengga, Rabu (29/10/2025).
Menurut Rengga, selama kunjungan bersama Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans), Apindo, Kadin, serta unsur pekerja lainnya, diskusi justru terfokus pada fenomena “hidden money”, dana yang harus disediakan perusahaan untuk pungli dari oknum-oknum tertentu di luar laporan keuangan resmi.
“Inilah salah satu yang menghambat kenaikan upah. Banyak perusahaan terpaksa mengeluarkan ‘uang tidak resmi’ agar kegiatan produksinya tidak terganggu,” jelasnya.
Fenomena ini, kata Rengga, menjadi salah satu topik utama dalam diskusi antara DPK dan Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit di Bali. Ia berharap Kabupaten Karawang bisa meniru Semarang dan Bali yang memiliki sistem pelayanan satu pintu, sehingga pengusaha dan pekerja bisa berjalan berdampingan tanpa hambatan pungli.
Sementara itu, kegiatan Kunker Disnakertrans dan DPK Karawang ke Bali juga mendapat kritik tajam karena menelan biaya besar. Berdasarkan data Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD) Karawang, alokasi dana belanja perjalanan dinas biasa Disnakertrans mencapai sekitar Rp250 juta, yang digunakan untuk penginapan, tiket pesawat, dan transportasi bus.
Publik menilai, pembahasan soal pengupahan seharusnya tidak perlu dilakukan di luar kota, mengingat mekanisme penetapan Upah Minimum Kabupaten (UMK) sudah diatur jelas melalui UU Cipta Kerja dan PP Nomor 36 Tahun 2021. Dengan sistem formula matematis tersebut, kewenangan DPK daerah dalam penentuan upah dianggap terbatas.
Saat dikonfirmasi, perwakilan dari Apindo dan Kadin Karawang menolak memberikan keterangan terkait hasil kunjungan.
Menariknya, Rengga juga mengeluhkan kondisi selama kegiatan berlangsung.
“Uang sakunya cuma Rp500 ribuan, makan pun cuma sayur kol pakai air. Pas masuk kamar, lampunya malah ‘meleduk’,” tutupnya sambil tertawa. (*)
