![]() |
Wilayah penambangan ilegal di kawasan Gunung Botak, Kabupaten Buru. |
Dalam keterangannya, Warhangan menyoroti dampak serius dari penggunaan bahan beracun seperti cyanida dan merkuri oleh penambang liar, yang tidak hanya membahayakan lingkungan, tetapi juga mengancam keselamatan masyarakat setempat.
“Kami mendukung penuh langkah Gubernur Maluku dalam menyelamatkan masyarakat Buru dari dampak bahan kimia berbahaya seperti cyanida. Ini bukan hanya soal lingkungan, tetapi juga soal kemanusiaan,” tegas Warhangan, Senin (30/6/2025).
Menurutnya, aktivitas pertambangan ilegal di Gunung Botak telah menyebabkan deretan kasus fatal, seperti tertimbunnya puluhan penambang akibat tanah longsor, perdagangan bahan berbahaya (B3) seperti cyanida dan merkuri, hingga pelanggaran HAM yang melibatkan penembakan oleh aparat.
Selain itu, Warhangan juga menyoroti kerugian negara akibat tidak adanya pemasukan pajak dari aktivitas tambang ilegal tersebut. Ia menuntut agar tindakan hukum tidak hanya menyasar para pekerja lapangan, tetapi juga para aktor besar di balik tambang ilegal, seperti pemilik dompeng, rendaman, tong, penjual bahan kimia berbahaya, hingga pemurni emas ilegal.
“Penyisiran saja tidak cukup. Mafia-mafia tambang yang menjadi otak dari kerusakan Gunung Botak ini harus diadili,” tegasnya lagi.
Fomabb juga mendukung penuh surat Gubernur Maluku tertanggal 19 Juni 2025, yang meminta Kapolda Maluku untuk melakukan penertiban total. Warhangan menegaskan bahwa setiap pihak yang mencoba menghalangi penertiban dengan mengatasnamakan masyarakat adat harus ditindak tegas.
“Ada kelompok-kelompok bayaran yang bersuara seolah membela masyarakat Buru, padahal mereka hanya perpanjangan tangan mafia tambang,” imbuh Warhangan.
Fomabb berharap pemerintah provinsi, kepolisian, dan aparat penegak hukum lainnya segera melakukan tindakan nyata agar kawasan Gunung Botak benar-benar bebas dari praktik tambang ilegal yang selama ini mencemari lingkungan dan menodai hukum.