METROPLUS.ID - KARAWANG | Puluhan warga Johar Barat, Kelurahan Karawang Wetan, Kecamatan Karawang Timur, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, turun ke jalan untuk memprotes pengukuran tanah yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) pada Senin (9/12/2024). Aksi ini merupakan buntut sengketa tanah kapling seluas 1,2 hektare yang dibeli warga namun kini diklaim pihak lain sebagai miliknya.
H. Ucu, koordinator warga, menjelaskan bahwa permasalahan ini bermula pada tahun 2002 ketika puluhan warga membeli tanah dari seorang penjual bernama Suroso. Pembayaran dilakukan secara tunai maupun cicilan hingga tuntas pada tahun 2005, lengkap dengan Akta Jual Beli (AJB) di hadapan notaris resmi.
Namun, pada tahun 2012, muncul seorang bernama Eryanto yang mengklaim sebagai pemilik sah tanah tersebut. “Dia mengaku tidak pernah menjual tanah itu kepada warga dan langsung membawa perkara ini ke jalur hukum,” ujar H. Ucu.
Warga awalnya memenangkan sengketa ini di tingkat Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi. Namun, pada tingkat Mahkamah Agung (MA), warga dinyatakan kalah.
“Kami tidak habis pikir. Bukti-bukti kami jelas, tapi tetap kalah di MA. Ada yang tidak beres di balik kasus ini,” kata H. Ucu, menuding keterlibatan mafia tanah dalam sengketa tersebut.
H. Ucu juga menyebut dugaan adanya hubungan antara Suroso, penjual tanah, dengan Eryanto. “Mereka terlihat pernah datang bersama ke lokasi. Ini sangat mencurigakan. Ada apa sebenarnya?” ujarnya penuh tanda tanya.
Puncak kekecewaan warga terjadi saat BPN Karawang memutuskan untuk melakukan pengukuran ulang tanah tersebut. Warga menilai langkah BPN tersebut sebagai tindakan yang tidak sensitif terhadap masalah yang telah memicu konflik berkepanjangan.
“Kami merasa dikhianati. Hak kami sebagai pembeli yang sah seolah-olah tidak dihargai,” tegas H. Ucu.
Aksi protes ini berhasil menghentikan pengukuran. Setelah berdialog dengan warga, petugas BPN memutuskan meninggalkan lokasi tanpa melakukan pengukuran tanah.
Warga berharap kasus ini dapat diselesaikan secara transparan dan adil. Mereka juga meminta perhatian Presiden Prabowo Subianto terhadap dugaan adanya mafia tanah yang merugikan masyarakat kecil.
“Kami ingin kasus ini diusut hingga tuntas. Jangan biarkan hak kami dirampas begitu saja. Aparat hukum harus berani membongkar permainan mafia tanah yang ada di balik sengketa ini,” desak H. Ucu.
Situasi di lokasi tetap kondusif, meski sejumlah aparat kepolisian terlihat berjaga untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Beberapa anggota organisasi masyarakat (ormas) juga tampak hadir mendampingi warga.
Hingga berita ini diturunkan, pihak BPN belum memberikan pernyataan resmi terkait aksi penolakan warga maupun keputusan untuk menunda pengukuran tanah.
Dengan penuh tekad, warga menyatakan tidak akan menyerah memperjuangkan hak mereka.
“Kami tidak akan diam. Hak kami adalah milik kami, dan kami akan terus berjuang hingga keadilan benar-benar ditegakkan,” pungkas H. Ucu.
Kasus ini menjadi cerminan peliknya persoalan sengketa tanah di Indonesia, sekaligus menyoroti pentingnya transparansi dan keadilan dalam penyelesaian konflik agraria. (*)