Ketua GPRI Kabupaten Purwakarta Desak Satpol PP Tertibkan Kabel ISP yang Semrawut dan Ancam Keselamatan Warga

Ketua GPRI Kabupaten Purwakarta, Tedi Sutardi, SE.
PURWAKARTA - METROPLUS.ID |  Maraknya penyelenggara jasa akses internet (Internet Service Provider/ISP) ilegal di wilayah Kabupaten Purwakarta, khususnya di kawasan perkotaan, menjadi sorotan. Sejumlah ISP diduga memperjualbelikan layanan internet tanpa izin resmi, bahkan menjual kembali bandwidth kepada pelanggan atau end user.


Praktik ilegal ini tumbuh subur di pemukiman padat penduduk, di mana satu ISP bisa memiliki ratusan pelanggan tanpa regulasi yang jelas. Ironisnya, pemasangan kabel internet oleh ISP ilegal kerap dilakukan dengan cara mendompleng tiang-tiang Penerangan Jalan Umum (PJU), tiang PLN, hingga tiang Telkom tanpa izin, yang mengakibatkan kesemrawutan visual dan mengancam keselamatan masyarakat.


Ketua GPRI Kabupaten Purwakarta, Tedi Sutardi, SE., mengungkapkan bahwa pihaknya telah berupaya berkomunikasi dengan instansi perizinan terkait, namun tidak mendapatkan kejelasan mengenai siapa yang bertanggung jawab terhadap keberadaan kabel-kabel liar tersebut.


“Saya mau audiensi dengan mereka juga bingung mengundang siapa. Ternyata tidak ada satu pun yang mau bertanggung jawab,” ujar Tedi pada Jumat, 4 Juli 2025.


Menurutnya, kabel-kabel internet yang menggantung di berbagai fasilitas publik tersebut tidak memiliki izin resmi dan berdampak buruk pada estetika kota, bahkan lebih parah di daerah pedesaan.


“Langkah kongkret yang kami dorong saat ini adalah meminta Satpol-PP untuk segera melakukan penertiban,” tegasnya.


Sebagai informasi, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah mengeluarkan larangan praktik penjualan kembali layanan internet secara ilegal. Dalam surat pemberitahuan Nomor B-4387/DJPPI.6/PI.05.03/04/2024, Kemenkominfo mengingatkan para penyelenggara jasa akses internet (ISP) agar mematuhi aturan yang berlaku.


Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenai sanksi hukum berdasarkan Pasal 47 juncto Pasal 11 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Pelaku dapat dijerat dengan hukuman penjara maksimal 10 tahun dan denda hingga Rp1,5 miliar. (*)

BACA JUGA
METROPLUS.ID

Subscribe YouTube Kami Juga Ya