![]() |
Pengurus DPC Media Online Indonesia (MOI) Karawang. |
KARAWANG | Dunia jurnalistik di Karawang kembali terusik oleh tindakan oknum pejabat publik yang diduga memblokir nomor WhatsApp seorang wartawan usai muncul pemberitaan terkait dugaan penyalahgunaan anggaran proyek marka jalan.
Peristiwa ini dialami Latifudin Manaf, jurnalis media online delik.co.id, sekaligus Ketua DPC Media Online Indonesia (MOI) Karawang.
Nomor WhatsApp miliknya diduga diblokir oleh ND, seorang pejabat di Dinas Perhubungan (Dishub) Karawang, tak lama setelah ia mempublikasikan laporan tentang indikasi penyimpangan anggaran dalam pengadaan dan pemasangan marka jalan di sejumlah titik di Karawang.
Wakil Ketua DPC MOI Karawang, Kholil Arif, menyesalkan tindakan pemblokiran tersebut. Ia menilai sikap pejabat ND menunjukkan ketidakprofesionalan dan bertentangan dengan prinsip keterbukaan informasi publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
“Pemblokiran terhadap insan pers adalah bentuk anti-kritik dan anti-transparansi. Seorang pejabat publik seharusnya membuka diri terhadap konfirmasi, bukan justru memutus komunikasi,” tegas Kholil, Kamis (22/5/2025).
Ia menambahkan, tindakan tersebut dapat mencederai kepercayaan masyarakat terhadap pejabat publik yang seharusnya siap dikritisi demi akuntabilitas dan transparansi.
Kholil juga mendesak Bupati Karawang H. Aep Syaepuloh agar segera mengevaluasi, bahkan mencopot pejabat yang dinilai tidak layak menduduki jabatan pelayanan publik itu.
“MOI Karawang akan mengajukan surat audiensi resmi ke Dishub dan Bupati Karawang untuk meminta klarifikasi atas sikap tidak etis oknum pejabat tersebut,” ungkapnya.
Dalam pernyataannya, Latifudin Manaf menjelaskan bahwa tindakan pemblokiran ini tidak boleh dipandang sebagai persoalan pribadi. Ia menekankan bahwa dirinya tengah menjalankan tugas jurnalistik sesuai kode etik.
“Saya hanya menjalankan tugas profesi sebagai wartawan. Pemblokiran ini terjadi usai saya memuat berita tentang dugaan penyalahgunaan anggaran proyek marka jalan. Ini murni urusan profesional, bukan personal,” ujarnya.
Latifudin juga menegaskan bahwa produk jurnalistik yang ia tayangkan sudah melalui proses konfirmasi dan mematuhi kaidah kode etik jurnalistik. Oleh karena itu, jika pejabat yang bersangkutan merasa keberatan, seharusnya menempuh mekanisme hak jawab atau klarifikasi, bukan dengan memblokir komunikasi.
“Kalau memang bersih, seharusnya tidak perlu takut terhadap pemberitaan. Apalagi berita saya bukan hoaks dan tidak melanggar etika jurnalistik,” tegasnya. (*)