Truk Tabrak Pekerja di Karawang, Pakar Hukum: Kasus Ini Termasuk Kecelakaan Lalu Lintas Berat

Puspita April Liana, korban tertabrak truk di Jalan lingkar Tanjungpura, Senin (20/1/2025) tersebut.

METROPLUS.ID - KARAWANG | Kecelakaan tragis yang menimpa Puspita April Liana terus menjadi perhatian, termasuk dari kalangan akademisi dan praktisi hukum. Dr. Gary Gagarin Akbar, S.H., M.H., dari Universitas Buana Perjuangan (UBP) Karawang, menyoroti aspek hukum terkait peristiwa yang terjadi.


Puspita mengalami luka berat setelah ditabrak mobil Mitsubishi Light Truck Box bernomor polisi B-9625-PXV milik perusahaan Gama Trans, yang dikemudikan oleh Irpan pada Senin (20/1/2025) tersebut.


Kecelakaan terjadi ketika Puspita tengah beristirahat di sebuah warung kaki lima di seberang Kampus Politeknik Kelautan dan Perikanan Karawang. Tiba-tiba, truk tersebut menabraknya hingga ia terpental beberapa meter bersama motornya. Akibat insiden itu, Puspita mengalami luka serius dan harus mendapatkan perawatan intensif di RSUD Karawang.


Dr. Gary menjelaskan bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 24 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), kecelakaan lalu lintas didefinisikan sebagai peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja, yang melibatkan kendaraan dan dapat menyebabkan korban jiwa atau kerugian harta benda.


Menurutnya, UU LLAJ mengelompokkan kecelakaan dalam tiga kategori: ringan, sedang, dan berat. Dalam kasus Puspita, yang mengalami cedera berat dengan potensi lumpuh, kecelakaan ini dikategorikan sebagai kecelakaan lalu lintas berat.


"Luka berat dalam UU LLAJ mencakup kondisi yang menyebabkan korban kehilangan fungsi tubuh, mengalami cacat permanen, atau membutuhkan perawatan lebih dari 30 hari. Jika Puspita benar-benar mengalami kelumpuhan, maka kasus ini jelas masuk dalam kategori kecelakaan berat," tegas Dr. Gary.


Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa dalam kasus kecelakaan lalu lintas, pelaku dapat dikenakan sanksi baik secara pidana maupun perdata.


"Dari sisi pidana, pelaku bisa dijerat dengan Pasal 310 dan 311 UU LLAJ. Sementara dari sisi perdata, korban berhak menuntut ganti rugi berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata," ungkapnya.


Pasal tersebut mengatur bahwa setiap perbuatan melawan hukum yang menyebabkan kerugian wajib diganti oleh pihak yang bertanggung jawab. Dalam hal ini, baik pengemudi maupun perusahaan tempatnya bekerja bisa dimintai pertanggungjawaban.


Dr. Gary juga menekankan bahwa korban kecelakaan lalu lintas memiliki hak untuk menuntut ganti rugi yang sepadan dengan kerugian yang dialaminya, baik secara materiil maupun immateriil.


"Ganti rugi ini mencakup biaya pengobatan, kehilangan penghasilan akibat tidak bisa bekerja, serta kompensasi atas penderitaan yang dialami korban," jelasnya.


Lanjut Dr. Gery, Jika korban merasa ganti rugi yang ditawarkan tidak adil, ia berhak menolaknya. Ada dua jalur hukum yang bisa ditempuh:,yaitu  dengan mengajukan tuntutan ganti rugi bersamaan dengan perkara pidana di pengadilan atau menggugat secara perdata melalui Pengadilan Negeri dengan dasar perbuatan melawan hukum.


"Artinya, baik dalam UU LLAJ maupun KUH Perdata, hak korban kecelakaan untuk mendapatkan keadilan dan ganti rugi telah dijamin oleh hukum," pungkasnya.
(*)

METROPLUS.ID

Subscribe YouTube Kami Juga Ya