Ilustrasi: Homeless Media |
METROPLUS.ID - KARAWANG | Direktur Eksekutif Medialink, Ahmad Faisol, mengungkapkan harapannya agar perkembangan homeless media atau yang dikenal sebagai jurnalisme warga dapat menjadi pendorong lahirnya masyarakat yang cerdas dan bebas dari hoaks. Menurutnya, hal ini hanya bisa dicapai jika homeless media mampu menyajikan informasi yang mendidik, bukan hoaks, disinformasi, atau misinformasi yang justru membingungkan masyarakat.
“Media memiliki peran penting dalam memajukan masyarakat. Dahulu, informasi hanya diperoleh dari surat kabar dan majalah yang terbatas. Kini, dengan kemajuan teknologi, media digital mengambil peran lebih besar. Namun, tugas untuk mencerdaskan masyarakat tetap menjadi tanggung jawab utama,” kata Faisol di Banten, 12 Desember 2024.
Faisol menyebutkan bahwa keberlanjutan peran media dalam mencerdaskan masyarakat dapat dijaga melalui berbagai cara, salah satunya adalah program pelatihan dan pengembangan kapasitas media itu sendiri. Program ini meliputi:
- Pengenalan kode etik jurnalisme yang wajib dipatuhi oleh para pegiat homeless media.
- Penanaman nilai kejujuran dan tanggung jawab dalam menyampaikan informasi.
- Edukasi literasi media bagi para pengelola.
- Kerjasama dengan platform digital untuk meningkatkan kualitas distribusi informasi.
- Peningkatan transparansi sebagai bentuk akuntabilitas kepada publik.
“Dengan pendekatan ini, para pegiat homeless media dapat diarahkan untuk lebih bertanggung jawab, sehingga tidak menjadi saluran penyebaran hoaks di masyarakat,” tambah Faisol.
Faisol juga mengakui bahwa meskipun homeless media memiliki keunggulan dalam menyampaikan informasi secara kreatif dan sederhana, model ini kerap dianggap kurang kredibel. Masalah seperti kecenderungan mengejar clickbait, sensasi, dan kurangnya validitas informasi sering kali menimbulkan persepsi negatif bahwa homeless media bukan produk jurnalisme yang sesungguhnya.
“Kelemahan inilah yang harus diatasi melalui pelatihan pengembangan kapasitas di seluruh Indonesia. Dengan begitu, homeless media dapat menjadi saluran informasi yang mendidik dan terpercaya,” tegasnya.
Senada dengan Faisol, Manager Program Cek Fakta Mafindo, Puji F. Susanti, menyoroti kerentanan homeless media terhadap isu hoaks. Ia menjelaskan bahwa pola distribusi homeless media yang bergantung pada platform pihak ketiga, seperti media sosial, sering memprioritaskan konten clickbait tanpa verifikasi fakta.
“Anonimitas, algoritma yang mendukung konten sensasional, serta kesulitan melacak sumber menjadi tantangan besar bagi homeless media untuk menjaga kredibilitasnya,” ungkap Puji.
Di sisi lain, homeless media memiliki potensi besar sebagai pemicu perubahan sosial. Model media ini dapat menyuarakan isu-isu yang sering luput dari perhatian media arus utama, seperti masalah sosial, ekonomi, lingkungan, dan politik.
“Homeless media bisa menjadi saluran untuk memviralkan isu-isu yang penting tetapi tidak diangkat oleh media mainstream. Contohnya, mereka kerap terlibat dalam gerakan lingkungan, isu kekerasan seksual, hingga mendukung perjuangan komunitas lokal melawan proyek infrastruktur yang merugikan masyarakat,” jelas Leli, Manager Program Medialink.
Leli menambahkan bahwa media ini memiliki kekuatan dalam membentuk opini publik, asalkan digunakan untuk menyebarkan informasi yang benar dan membangun solidaritas, bukan untuk menyebarkan disinformasi yang dapat memicu konflik di masyarakat.
Dengan pengelolaan yang baik, homeless media dapat menjadi alat yang efektif untuk mencerdaskan masyarakat sekaligus memperkuat peran media sebagai agen perubahan sosial. Namun, tanggung jawab ini bergantung pada komitmen para pegiatnya untuk menyampaikan informasi yang valid, mendidik, dan berorientasi pada kemajuan bersama. (*)