Ketika Nyamuk Jadi Ancaman Mematikan: Wabah DBD dan Chikungunya Guncang Karawang

 

Kepala Dinas Kesehatan Karawang,
dr. Endang Suryadi.


METROPLUS.ID – KARAWANG | Di tengah perubahan cuaca yang tak menentu, bahaya diam-diam menyusup ke pemukiman warga. Bukan gempa, bukan badai, tapi nyamuk, kecil nyaris tak terlihat, namun membawa ancaman mematikan. Kabupaten Karawang kini tengah menghadapi lonjakan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Chikungunya, dua penyakit yang sama-sama ditularkan lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti.


Hingga pertengahan Mei 2025, lebih dari 500 kasus DBD telah tercatat, disertai puluhan kasus Chikungunya, bahkan sudah menelan korban jiwa. Angka-angka itu bukan sekadar statistik, tetapi cerminan nyata bahwa wabah ini tak lagi bisa dianggap enteng.


“Seharusnya sudah kemarau, tapi hujan masih sering turun. Ini yang disebut BMKG sebagai kemarau basah. Genangan air jadi tempat favorit nyamuk berkembang biak,” ungkap dr. Endang Suryadi, Kepala Dinas Kesehatan Karawang, saat ditemui usai kegiatan Jumat Bersih di halaman Plaza Pemkab (16/5/2025).


Cuaca yang tak bersahabat memperpanjang umur nyamuk, memperluas sarangnya. Kaleng bekas, pot bunga, hingga sudut talang rumah—semuanya berpotensi menjadi sarang jentik. Dari situlah ancaman bermula.


Tak hanya DBD, penyakit Chikungunya juga ikut menyebar. Meski tak sepopuler DBD, gejalanya tak kalah menyiksa: demam, nyeri sendi, hingga lemas tak berdaya.


“Gejalanya mirip, tapi Chikungunya lebih dominan nyeri otot dan sendi. Penyebab virusnya berbeda, tapi vektornya sama: nyamuk,” jelas dr. Endang.


Ia mengingatkan bahwa kunci utama melawan dua penyakit ini bukan di rumah sakit, tapi di lingkungan tempat tinggal. Membersihkan genangan air, menutup tampungan, dan menguras bak mandi bukan lagi sekadar imbauan—itu barisan depan perang melawan wabah.


“Nyamuk bisa terbang sejauh 200–300 meter. Jadi pembersihan harus serentak, minimal tingkat RT dan RW,” tegasnya.


Sementara itu, upaya medis tetap dijalankan. Dinas Kesehatan Karawang menyiapkan anggaran fogging dari APBD, namun tindakan ini tak bisa sembarangan. Fogging hanya dilakukan di lokasi yang terdapat kasus positif DBD dan ditemukan jentik aktif.


Lebih dari itu, dr. Endang meminta masyarakat untuk tidak menunda pemeriksaan medis, terlebih jika muncul gejala seperti demam tinggi mendadak, bintik merah, atau nyeri sendi.


“Kalau trombosit di bawah 100 ribu, itu sudah masuk zona bahaya. Jangan tunda ke puskesmas atau rumah sakit,” katanya dengan nada serius.


Kini, saat banyak daerah menunggu musim kemarau untuk mereda, Karawang justru diuji dalam situasi yang disebut para ahli sebagai kemarau basah—musim yang memelihara kelembapan dan menjadi surga bagi nyamuk.


Wabah ini bukan hanya urusan pemerintah. Ia adalah tanggung jawab kolektif. Karena dalam pertempuran melawan nyamuk pembawa maut, yang dibutuhkan bukan hanya obat dan fogging, tapi juga kesadaran, kebersamaan, dan aksi nyata dari setiap rumah. (*)

BACA JUGA
METROPLUS.ID

Subscribe YouTube Kami Juga Ya