Demi Rekor MURI, Ribuan Nasi Tumpeng Dibuang ke Tempat Sampah pada Momen HUT Karawang ke-391

Nasi tumpeng yang dibuang pada saat HUT Karawang ke-391, Sabtu (14/9/2024).

METROPLUS.ID  – KARAWANG | Peringatan Hari Jadi Kabupaten Karawang yang ke-391 digelar meriah dengan rekor MURI peta terbesar dari nasi tumpeng pada Sabtu (14/09/2024). Acara ini berlangsung di depan Plaza Pemda Karawang, menampilkan sekitar 1702 nasi tumpeng berbentuk peta Kabupaten Karawang.

Namun, perayaan tersebut menyisakan kontroversi. Banyak pihak menilai bahwa sebagian besar nasi tumpeng yang disajikan akhirnya terbuang sia-sia, sebuah tindakan yang dianggap mubazir di tengah realitas kemiskinan di Karawang.

Baca Juga  Kunjungi Galeri Pusaka Dawuh Gendana, Gina Fadlia Swara Tekankan Pentingnya Pelestarian Budaya

Menyoroti bagaimana nasi tumpeng yang dibiarkan terlalu lama di lapangan menjadi basi dan tidak layak konsumsi. Padahal nasi sebagai makanan pokok sehari-hari masyarakat.

Kritik datang dari berbagai lapisan masyarakat, salah satunya dari seorang tokoh agama dari Cilamaya yaitu ustadz Mugni.

“Astagfirullah, ngebelain rekor MURI, nasi tumpeng sampai dibuang-buang begitu,” ungkapnya prihatin.

Baca Juga  Gerindra dan Nasdem Karawang Usung H Aep Syaepuloh pada Pilkada 2024, Pengamat : Langkah Terlalu Dini

Lanjut Ustadz Mugni, masyarakat saat tahlilan ada nasi tumpeng berebut. Ini hanya untuk dinilai membiarkan nasi tumpeng sampai tidak bisa dimakan.

Hal senada dikatakan oleh salah seorang tokoh masyarakat bernama Asep Saepudin.

“Masih banyak masyarakat yang susah cari makan. Ini pada momen HUT Karawang malah memubazirkan makanan,” kata Asep.

Sementara itu, Ali Age, seorang tokoh pemuda Desa Sumurgede Cilamaya Kulon mengungkapkan kekecewaannya dengan menegaskan bahwa acara tersebut mencerminkan ketidakpekaan pemerintah terhadap situasi masyarakat miskin.

Baca Juga  Polemik Program PTSL di Desa Tamanmekar Picu Ketegangan Warga

“Tindakan membuang makanan dalam jumlah besar sangat tidak pantas, terutama ketika banyak warga yang masih berjuang untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka,” tegasnya.

Kontroversi ini menjadi sorotan utama, mengundang diskusi tentang bagaimana acara besar seharusnya lebih memperhatikan aspek sosial dan kemanusiaan, bukan hanya mengejar prestasi atau rekor. (*)

Berita Terbaru